Udara malam di kota saya begitu dingin, saya dan seorang kawan lama saya memutuskan untuk duduk-duduk sambil minum kopi di suatu tempat. Di tempat itu tersedia beberapa permainan untuk menemani kami mium kopi. Awalnya kami akan berceloteh mengenai suatu makalah tentang Sejarah filsafat Islam dan pemikiran Islam serta isu-isu kontemporer. Tapi karena di tempat itu tidak ada penerangan yang dapat memungkinkan untuk membaca maka kita memutuskan untuk mengambil permainan itu.
Ada dua permainan yang disediakan pertama adalah catur dan kedua adalah ular tangga. Sebelum kami menuju tempat ini kami lama berbincang mengenai pluralism maka kami memutuskan mengambil permainan ular tangga karena setiap kotak di papan itu menyediakan warna yang berbeda-beda hal ini berbeda dengan papan catur yang hanya menyediakan dua warna hitam dan putih dan itu cukup membosankan. Selain itu juga karena kami tidak layak untuk dikatakan bisa bermain catur.
Sebelum permainan di mulai kami bersepakat untuk melakukan dekonstruksi permainan. Pertama ialah kita memulai permainan dari angka 100 menuju angka 1 tidak seperti biasanya permainan ular tangga di mulai dari angka 1 menuju 100. Artinya bahwa hidup kita dimulai dari segala sesuatu yang beraneka rupa dan hanya akan menuju pada yang satu. Yang kedua adalah jika permainan ular tangga biasa, siapa yang mendapat mata dadu 6 maka mempunyai privilege yaitu mendapatkan kesempatan mengundi dadu sekali lagi namun dalam aturan permainan kami justru yang mendapatkan privilege adalah jika kita mendapatkan mata dadu 1. Karena jika kita mendapatkan mata dadu enam dan mendapat privilege maka akan berbenturan dengan asas keadilan yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Ketiga ialah jika medapatkan ular maka akan mendapatkan bonus naik ke strata yang lebih tinggi sesuai aturan yang telah ditentukan namun jika bertemu dengan tangga maka akan membuat turun/ jatuh sesuai strata yang telah di tentukan, jika dalam permainan normal (dalam pandangan mainstream) mendapatkan tangga akan naik dan mendapatkan ular maka akan turun namun logika ini akan berlawanan dengan peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.
Kemudian kami pun memulai permainan, pada awalnya saya sempat tertinggal jauh dari teman saya, saya pernah hampir menyalipnya( saya mendapatkan kesempatan melangkah dua kali namun saya bilang tiga karena saya akan mendapatkan ular dan secara otomatis saya naik) namun saya mengurungkannya dan mengakui bahwa saya hanya mendapat mata dadu 2 kemudian saya katakan pada teman saya bahwa kamu adalah gambaran masyarakat Indonesia mudah di tipu dan kurang kritis. Untung teman saya tidak mengatakan saya adalah gambaran pejabat Negara Indonesia yang mudah memanipulasi angka. Disela-sela permainan ular tangga, kami sesekali menyeruput mocca late dengan didampingi pisang coklat (sebenarnya kami tidak memesan pisang coklat tapi kentang goreng) namun pelayan salah membaca pesanan kami.
Permainanpun masih berlanjut, karena kita bermain diatas meja bambu yang tidak rata kadang dadu berdiri tak sempurna sehingga dapat di baca dari dua arah, arah saya dan arah teman lamaku ini. Sehingga kita menggunakan pendekatan hermeneutika. Yaitu menempatkan pengundi dadu, dadu, dan pembaca mata dadu. Sehingga kebenaran di serahkan pada pengundi dadu, kebetulan karena saya lah yang berposisi sebagai pemain dan pengundi dadu maka saya memiliki otoritas dalam pembacaan mata dadu. kadang kita jatuh tertimpa tangga namun kadang kita terbang bersama ular ajaib. Saat mulai mendekati strata tertinggi dalam permainana ular tangga kami selalu jatuh tertimpa tangga (seperti terjebak dalam vicious circle). Di dalam strata tertinggi di permainaan ular tangga ini terdapat dua tangga yang akan membuat kita terjatuh. Kita hampir putus asa untuk melanjutkan permainaan karena kita selalu jatuh dan jatuh. Mungkin inilah yang dirasakan orang-orang yang bunuh diri karena tekanan hidup. Akhirnya teman saya punya ide untuk berdoa, bahwa dalam setiap kebuntuan maka harus kembali pada Tuhan kembali pada sesuatu diluar kekuatan manusia.
Saat sudah mendekati strata tertinggi teman saya lupa membaca doa dan akhirnya mendapatkan mata dadu enam dan turun dengan tangga menuju hampir setengah halaman ular tangga(dia anggap masih jauh jadi belum perlu berdoa). Begitupun juga saya masih sering jatuh tertimpa tangga, dan akhirnya kami pun mampu naik kembali ke strata paling tinggi dalam permainan ini, sebelum menghadapi kotak yangdapat menurunkan kita, kita pun berdoa dan sesuatu yang luar biasa kita mampu melewati kotak maut tersebut. Dan teman saya berdoa kembali untuk dapat mencapai finish (sebenarnya dalam papan ular tangga tertulis kata : mulai). Karena dia membutuhkan mata dadu 2 untuk mencapai finish dan diapun berdoa meminta mata dadu 2 akhirnya benar yang keluar adalah mata dadu 2 dan diapun memenangkan permainan itu. Kemudian saya ikut berdoa karena tinggal giliran saya, saya membutuhkan angka 6 namun saya tidak menyertakan angka enam dalam doa saya karena saya pikir Tuhan maha Tahu. Akhirnya yang keluarpun angka enam dan saya dapat sampai finish. Walaupun harus kalah.
Menarik bermain ular tangga ini karena kita dapat menghargai pluralisme, berbeda-beda agama tetapi pada hakikatnya menuju pada yang satu, kita belajar melakukan pembacaan hermeneutik, melakukan dekonstruksi terhadap aturan, menggunakan local wisdom dalam perjalanan hidup salah satu bentuknya ialah menggunakan peribahasa bijak, belajar tentang kesabaran dan kejujuran, dan yang paling penting bahwa ada kesadaran mengenai kekuatan diluar manusia sehingga dalam hidup memerlukan doa.
Untuk teman lama saya semoga kita dapat bertemu kembali dan bermain dalam pikiran-pikiran. Seperti pembicaraan kita dulu saat masih duduk di bangku SMA bahwa masalah tidak harus untuk langsung dihadapi, namun juga tidak langsung untuk dihindari namun kita harus keluar dari masalah dan memproyeksikannya dari luar baru memutuskan apakah kita harus lari atau menyelami masalah. Melihat permainan ular tangga saya teringat buku Gunawan Muhammad yang berjudul Tuhan dan hal-hal yang tak selesai. Jika belajar dari permainan ular tangga saya berharap di suatu waktu dapat menulis buku berjudul Tuhan dan segala sesuatu yang harus cepat-cepat di selesaikan.