Selasa, 08 Juli 2008

Madina, majalah alternatif

Bermula ketika beberapa bulan terakhir, saya harus pulang ke kampung halaman di Purwokerto (Sebuah kota kecil di Jawa Tengah). Disela-sela waktu saya iseng mencari bacaan-bacaan di perpustakaan pribadi orang tua saya. Saya menemukan beberapa eksemplar majalah-majalah saya diwaktu kecil seperti majalah bobo kemudian majalah remaja seperti HAI dan majalah-majalah favorit pada saat saya duduk di bangku SMA yaitu SABILI. saya membaca ulang majalah yang satu ini karena cover depannya cukup fantastik “tolak presiden salib” lalu ada lagi judul “Strategi salib kuasai pemilu”. Ketika memegang majalah ini saya teringat pesan salah satu dosen saya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang menyarankan membaca majalah ini, beliau mengatakan” sekali-kali bacalah sabili jangan hanya baca kompas dan tempo saja” mungkin suatu saat saya harus mengatakan pada umat Islam”yang mengaku paling beriman” jangan hanya baca Sabili sekali-kali bacalah tempo atau kompas. Majalah seperti sabili Dari judul-judulnya saja sangat provokatif dan berperan besar mempengaruhi Psikologi pembacanya dalam memandang suatu masalah, selalu dikotomik. Benar dan salah, mukmin dan kafir dan sebagainya.

Selain majalah-majalah tersebut saya juga membaca majalah-majalah koleksi orang tua seperti As-shunnah, Al- Furqon, As-Silm, Umi dan gerimis yang menjadi majalah mayoritas di rak buku milik orang tua saya. Tapi isinya tak jauh beda dari majalah yang telah disebutkan diatas. Masih memandang segalanya dikotomik dan cenderung selalu menyalahkan. Kemudian di kota Purwokerto ini saya jalan-jalan ke toko buku Gramedia. Saya melihat majalah madina, (sebenarnya bukan yang pertama kali melihat tapi pertama kali melihat dengan membawa uang yang cukup untuk membelinya). Dan akhirnya saya memutuskan membelinya, saya membeli madina edisi bulan Juni dan saya melewatkan 5 edisi sebelumnya.

Saya tertarik membeli madina karena cover depannya memuat 25 tokoh Islam Damai. Karena isu mengenai kekerasaan atas nama agama mulai muncul kembali di Negara kita Indonesia. Ini menjadi media alternatif di tengah menjamurnya media-media Islam yang antagonistik terhadap modernitas. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari majalah madina ini :

Kelebihannya pertama, Lebih menyejukan, karena media ini tidak memprovokasi pembaca untuk melakukan kekerasan atas nama agama. Kedua, halaman full color, sehingga pembaca tidak hanya menikmati tulisan-tulisannya tetapi juga dapat menikmati gambar-gambar yang disajikan. Ketiga, memberikan perspektif berbeda terhadap suatu masalah. Misalnya dalam edisi bulan Juni 2008 madina mencoba melihat Isu Israel dengan cara pandang berbeda. Madina menyajikan wawancara eksklusif dengan Rabi Yisroel Dovid Weiss yang menganggap bahwa Yahudi Religius adalah anti Zionis. Hal ini menjadi cara pandang baru ditengah-tengah pandangan yang menganggap bahwa konflik Israel Palestina adalah konflik para fundamentalis agama dan pandangan yang menganggap konflik Israel-Palestina adalah konflik agama antara Islam dan Yahudi. Pandangan baru ini meruntuhkan argumen yang men-generalisasikan orang yahudi itu memusuhi Islam. Keempat ialah berorientasi pada penyebaran paham pluralisme, paham ini diperlukan dalam dunia multikultural seperti saat ini. Kelima, tulisannya cukup ringan sehingga mudah di konsumsi khalayak ramai. Keenam, ini yang paling penting, membela Islam dengan cara yang santun.

Tak ada gading yang tak retak, selain kelebihan-kelebihan diatas majalah Madina ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, harganya yang cukup mahal untuk seorang mahasiswa. Kedua, dalam hal iklan masih relatif sedikit sehingga masih dipertanyakan sustainability majalah ini. Ketiga, minimnya kolaborasi antara fakta sosial dan teks-teks Al-Quran dan Al hadits. Keempat, minimnya ruang untuk opini.

Terlepas dari segala kekurangan, media ini pantas untuk diapresiasi dan dijadikan sebagai media alternatif di tengah hiruk pikuk media yang menawarkan formalisasi Syariat dan konflik atas nama agama. Dan media yang satu ini layak untuk dibaca.

1 komentar:

Kebenaran mengatakan...

http://sangkebenaran.blogspot.com/


Saya sadar tentang jalan hidup Muhammad, baik pikiran & tindakannya yg pedofila, kentotin anak2.

Inilah contoh ajaran pedofilia Muhammad, si orang suci Islam itu:

Dikisahkan Jabir bin ‘Abdullah: Ketika aku menikah, Rasullah bersabda kepadaku, perempuan macam apa yang kamu nikahi? Aku menjawab, aku menikahi seorang janda muda? Beliau bersabda, Mengapa kamu tidak bernafsu pada para perawan dan memanjakannya? Jabir juga berkisah: Rasullah bersabda, mengapa kamu tidak menikahi seorang perawan muda sehingga kamu dapat memuaskan nafsumu dengannya dan dia denganmu?

Hadits Bukhari Vol.7, Kitab 62, Pasal 17.

A’isyah (Allah dibuatnya bahagia) diceritakan bahwa Rasullah (semoga damai sejahtera atas beliau) dinikahi ketika usianya tujuh tahun, dan diambilnya untuk rumahnya sebagai pengantin ketika dia sembilan tahun, dan bonekanya masih bersamanya; dan ketika beliau (Nabi Yang Kudus) mampus usianya delapan belas tahun.

Kitab Sahih Muslim 8, Pasal 3311.

Dikisahkan A’isyah: bahwa Nabi menikahinya ketika dia berusia enam tahun dan menikmati pernikahannya ketika berusia sembilan tahun. Hisham berkata: Aku telah menceritakan bahwa A’isyah menghabiskan waktunya dengan Nabi selama sembilan tahun (yaitu hingga kematiannya).

Bukhari Vol.7, Kitab 62, Pasal 65.

Muhammad telah bernasu birahi kepada anak berusia enam tahun. Apa yang tersimpan di dalam otak Muhammad? Apa pikiran mesum nabi merupakan perbuatan suci? Seorang anak kecil Muhammad nodai dalam nama allah. Dalam ilmu psikologi moderen, yang dilakukan Muhammad disebut pedofilia, dan seorang yang melakukan pedofilia dapat dikenakan sanksi hukuman mati, karena telah merampas masa depan anak-anak, dan membuat anak-anak menderita trauma kejiwaan.

Karena itu apa yg dikatakan Muhammad itu bohong belaka. Allah tidak mungkin suruh nabinya jadi pedofilia.