Kamis, 16 Oktober 2008

Lagi-lagi cinta tak harus buta


Cinta
Cinta tak harus buta
Tak selamanya buta

Tapi juga
Cinta tak harus melihat
Tak selamanya melihat
Diambil dari “Harapan kecil dalam sekotak luka” karya Fajar RA

Membaca salah satu fragmen perjalanan cinta dari seorang kawan lama bernama Aulia El Hakim yang ia dedahkan dalam Anguish dalam cinta buta, saya menemukan kejujuran yang terdalam dari seorang Aulia El Hakim. Anguish dalam cinta buta ditulis untuk mengungkapkan perasaan dan sekaligus sebagai sanggahan terhadap tulisan dan pernyataan saya tentang cinta tak harus buta.
Anguish dalam cinta buta, hadir dalam persepektif posmo dengan melakukan kritik terhadap kesadaran modern, baginya kesadaran modern telah membentuk takhayul jenis baru. Perjalanan Aulia mengikuti Laju Honda Jazz R 9191 AH (dengan pemgemudi yang masih seperti dulu, rambut lurus dan berkacamata hitam) dianggapnya sebagai suatu yang irasional tetapi nikmat. Baginya apa yang ia lakukan adalah sebentuk Anguish (kegetiran) yang diartikan oleh sarte bahwa Anguish bukanlah sebuah ketakutan terhadap obyek eksternal, namun sebuah kesadaran mengenai perilaku manusia yang tidak dapat diprediksi, bukan juga takhayul (mengkhayal) yang dihasilkan kesadaran modern.

pada Aulia saya salut dengan tradisi permenungannya akan cinta buta, ada pendalaman rasa, dan tak berjarak dari persoalan. Pemilik mobil Honda jazz telah sedemikian rupa menghipnotis perasaan beserta seperangkat jalan pikiran saudara tercinta Aulia. Perasaan-perasaan yang dialami Aulia ini dijadikan landasan untuk meyakini cinta itu buta dan sebagai alat untuk mengkritisi yang terkadang dengan nada sinis terhadap pandangan-pandangan yang berbeda (termasuk pandangan bahwa cinta tak harus buta) khususnya yang mendekati cinta dengan pendekatan rasional.

Anggapan Aulia mengenai cinta, bahwasannya cinta itu buta tak dapat disalahkan namun pandangan Aulia mengenai pendekatan rasional akan cinta adalah hal buruk tak serta merta harus dibenarkan. Dalam hal ini stance saya masih tetap bahwa cinta tak harus buta. Dalam pandangan saya cinta menari diantara tarik ulur rasa dan logika, pada saat tertentu dapat melebur dalam persekutuan perasaan dan rasionalitas. Sebenarnya memandang cinta itu buta dan cinta itu dapat dirasionalkan adalah sama, sama-sama berada dalam kutub yang ekstrem dalam memandang cinta. Cinta tak harus buta berarti juga cinta tak harus rasional. Wilayah abu-abu sebagai wilayah kerja cinta tak harus buta. Posisi pandangan cinta tak harus buta ialah tetap membiarkan segala pandangan tentang cinta (rasa atau logika) tetap tumbuh tanpa harus mengalienasikan salah satunya. Mengulang pertanyaaan saudara Aulia diakhir tulisan tentang anguish dalam cinta buta,”bagaiman pren, tak masalahkan cinta itu buta ?” maka saya menjawab tak masalah, tapi tetap tak harus.

Sehingga pandangan Aulia yang secara langsung maupun tidak langsung mengkategorikan cinta tak harus buta ke dalam pandangan rasional ialah kurang tepat. Disamping rasa salut saya terhadap narasi Aulia tentang proses “pembuntutan” Honda Jazz yang terasa cukup dalam, ada hal yang cukup disayangkan, ialah ketika ia menghentikan pembuntutan tanpa melakukan proses pendekatan selanjutnya. Disini Aulia terlihat seperti melakukan onani rasa, hanya sekejap dan dinikmati sendiri.

Saya menaruh curiga jangan-jangan cinta butamu adalah pengaruh pukulan bertubi-tubi yang dilesakkan ke wajahmu?

1 komentar:

Mang Judge mengatakan...

Aku masih ingat, pukulan bertubi-tubi itu memang keras. Tapi, dari situlah banyak perubahan dari diriku, dan sngat inspirasinal Pren... Jg seiring dgn terjualnya motor birumu yang menemani wkt itu, terjual pula-lah semua rasa sakit.

Ini masalah abu-abu, dan tak rasional bung... ia begitu nikmat.
Onani nikmat bukan? selain nikmat juga tanpa resiko loh..
Mungkin itu yang sdng ku jalani. Sepertinya ini lebih baik...

Kserakahan rasio seringkali menjajah rasa

Rasa curiga itu tak perlu kujawab, sebab kau teman seranjangku yang tau sgalanya...

aku tak berharap luka atau pun lupa, tak seperti sajakmu yang suka luka ^_^ he3x... sajak-sajakmu begitu inspiratif Jar...
Thanks berat!