Bayangkanlah jika kamu menjadi presiden !
Bayangkanlah jika kamu harus menjadi vegetarian !
Bayangkanlah jika kamu harus berhenti bernafas !
Bayangkanlah jika tidak ada manusia di dunia ini !
Bayangkanlah jika kamu masuk surga !
Bayangkanlah jika kamu masuk neraka !
Dan…
Bayangkanlah jika kamu tidak mempunyai bayang-bayang !
Beberapa hari yang lalu saya dan beberapa teman jalan-jalan di Ambarukmo Plaza, ada banyak hal yang memprovokasi mata dan pikiran saya untuk bekerja ekstra lebih. Mata saya melihat ke sekeliling, proses pencitraan masal sedang dilakukan dengan begitu masif, sebuah outlet baju memajang beberapa tubuh perempuan cantik ( dalam bayangan saya ) di depan pintu, sebuah proses pencitraan sedang dilakukan oleh pemilik outlet tersebut, bahwa siapapun perempuan yang membeli baju di outlet ini maka akan secantik perempuan-perempuan yang dipajang tadi. Kemudian kaki saya melangkah di depan sebuah outlet alat-alat olahraga di sana terpampang sebuah gambar tubuh laki-laki yang begitu atletis, sekali lagi proses pencitraan massal sedang dilakukan oleh pemilik outlet tersebut, hal ini dilakukan untuk mempengaruhi siapapun (khususnya laki-laki) yang lewat di depan outlet tersebut dapat memiliki tubuh ideal jika menggunakan alat-alat olahraga yang disediakan outlet tersebut. Entah itu laki-laki kurus atau gemuk.
Sebenarnya proses pencitraan itu tidak hanya ada di
Kadang saya bertanya pada diri sendiri apakah saya ( sepotong fisik yang berisi akal, hati nurani, dan hawa nafsu ) sebagai sesuatu yang asli dan memiliki bayang-bayang yang berupa sekumpulan angan yang bersemayam dalam pikiran atau saya ( sepotong fisik yang berisi akal, hati nurani, dan hawa nafsu ) adalah bayang-bayang dari apa yang selama ini kita anggap (bayangkan) sebagai bayang-bayang ?
Karena jangan-jangan kita adalah sebuah bayangan dari hasil rekaan para pemilik outlet baju, sepatu alat-alat olahraga atau mungkin keberadaan kita saat ini adalah hasil dari apa yang dibayangkan oleh orang-orang sebelum kita.
pertanyaan seperti itu harus hadir pada diri kita karena disadari atau tidak kita sering dikuasai oleh makhluk bernama bayang-bayang. Misalnya Jika bayangan tentang uang hadir dalam pikiran kita maka kita akan berusaha mengejar dan mencarinya hingga berkeringat atau bahkan sampai berdarah-darah, bayangan itu telah membuat kita cinta mati dengan apa namanya uang padahal tidak ada uang yang cinta mati pada kita. Disini bayangan tentang uang telah menjadi moneypulator meminjam istilah Jenar Maesa Ayu. Lalu bayangan tentang
Kita kadang tak pernah merasa puas dengan sesuatu hal yang telah kita dapatkan karena bayang-bayang telah menarik kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari apa yag telah kita dapatkan dan ketika kita merasa kehilangan harapan atau ketika kita merasa jatuh, bayang-bayang membuat kita bersemangat lagi karena bayang-bayang hadir dengan wajah yang indah dan menyenangkan.
Tulisan ini hanya ingin mengajak kita semua merenungkan betapa luarbiasanya pengaruh bayang-bayang dalam kehidupan umat manusia. Bayang-bayang telah menguasai kehidupan manusia. Manusia akan melakukan apa saja demi bayang-bayang. Permasalahannya bukan bagaimana kita menghilangkan bayang-bayang yang telah mensubordinasikan kita tetapi bagaimana mendudukan bayang-bayang sesuai dengan porsinya karena bayang-bayang dan manusia adalah dua entitas yang tak dapat dipisahkan. Saya teringat apa kata shindunata bahwa bayang-bayang itulah kenyataan yang selalu menyertai hidup manusia. Bisa jadi bayang-bayang itu adalah lamunannya, impiannya atau cita-citanya tapi bisa juga bayang-bayangnya itu adalah kegagalannya, kesia-siaannya atau kesedihannya. Manusia tak mungkin ada tanpa bayang-bayangnya. Dimanapun ia berada, kemanapun ia mengembara, bayang-bayang itu tak mungkin lepas dari hidupnya (bayang-bayang, Sudiarja, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar