Jumat, 06 Juni 2008

FPI dan Imajinasi tentang Surga

“Mengejar surga yang damai dengan kekerasan”

Peringatan hari pancasila 1 juni 2008 harus tercoreng dengan adanya tindakan penyerangan yang dilakukan oleh masa FPI (Front Pembela Islam) terhadap Aliansi kebangsaan untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sedang mengadakan aksi damai di lapangan Monas. Aksi ini diikuti oleh sekitar 70 lembaga diantaranya ialah Nahdatul Ulama, Ahmadiyah, Komunitas Gereja, Penghayat Kepercayaan, Syiah dan Pesantren Cirebon. Serangan ini menyebabkan 12 orang dari Aliansi kebangsaan untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan mengalami luka-luka.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh FPI ini adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang manapun. Sebagai ORMAS yang mengatasnamakan Islam, FPI seharusnya memahami peran dasar sebuah agama yaitu untuk untuk membebaskan (to liberate), mendidik (to educate),dan memanusiakan (to humanize) kehidupan manusia. Apa yang dilakukan oleh FPI adalah sebuah tindakan yang jauh dari semangat memanusiakan manusia.

Menurut Oxford Dictionary (1998) violence atau kekerasan adalah “tingkah laku yang melibatkan kekuatan fisik untuk melukai, menyakiti, merusak atau membunuh seorang atau sesuatu”. Ada dua kategori kekerasan, yang pertama adalah Oppressive Violence yaitu kekerasan yang bertujuan untuk penindasan dan merugikan orang lain. Yang kedua adalah liberative Violence yaitu kekerasan yang bertujuan membebaskan ini terjadi ketika sebuah Negara dalam kondisi terjajah oleh kelompok lain. Dalam hal ini kekerasan yang dilakukan oleh FPI termasuk kategori Opressive Violence.

Menurut FPI, aliansi kebangsaan untuk kebebasan beragama dan Berkeyakinan telah melindungi kelompok Ahmadiyah yang mereka anggap telah “menodai” ajaran Islam. Sehingga pilihannya adalah “tobat atau perang”. Disini Ironi terjadi ketika FPI beranggapan bahwa Ahmadiyah harus dibubarkan karena telah “menodai” ajaran Islam tetapi cara yang digunakan oleh FPI justru lebih menodai Islam. Kalaupun logika perang yang digunakan hal itu masih jauh dari etika berperang Rasululloh SAW karena menyerang perempuan dan anak-anak. Dan penulis menganggap bahwa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak pantas untuk diserang atau diperangi.

Apa yang dilakukan FPI adalah buah dari Imajinasi tentang surga. Agama dalam persepektif mereka adalah untuk Tuhan bukan untuk manusia. Sehingga apa yang dilakukan jauh dari sifat kemanusiaan dan tidak berakar dibumi. Dan hal itu dilakukan demi medapatkan “surga yang telah dijanjikan”. Lagi-lagi ironi terjadi mereka ingin mengejar surga yang penuh kedamaian dengan melakukan kekerasan, dua hal yang bertolak belakang.

Fenomena kekerasan atas nama agama menurut Kimball sebagaimana dikutip oleh Sunarwoto Dewa[1] adalah karena adanya pembusukan dan pengkorupsian agama, ada lima tanda proses pembusukan dan pengkorupsian agama pertama, klaim kebenaran. Kedua, ketaatan buta pada pemimpin agama. Ketiga, upaya-upaya membangun zaman ideal. Keempat, tujuan menghalalkan segala cara dan puncak dari keempat tanda tersebut adalah ide perang suci (holy war). Fenomena FPI diatas adalah sebuah tanda telah terjadi pembusukan pengkorupsian agama karena FPI melakukan klaim kebenaran, menghalalkan kekerasan dan mengembangkan ide “perang suci”

Kekerasan adalah tindakan yang memalukan dalam masyarakat modern apalagi dengan mengatasnamakan Agama. Dan dalam kasus FPI ini telah melanggar UUD 1945 serta Pancasila sehingga diharapkan adanya ketegasan pemerintah untuk menindak pelaku kekerasan. Pemerintah harus melindungi masyarakat apalagi masyarakat yang haknya dilanggar. Dan untuk penutup, penulis akan mengutip apa yang dikatakan oleh Mohandes Karamchand Gandhi (1869-1948), “kejahatan terlahir dari kejahatan, kejahatan melahirkan kejahatan, dan kejahatan terejawantahkan melalui kekerasan”.

.


[1] Sunarwoto Dewa, menyingkap tanda-tanda bencana agama, jawa pos, 7 maret 2004

Tidak ada komentar: